SEJARAH RAJA THIE MAU

FoE Mbura adalah seorang Manek di Nusak Thie Kecamatan Rote Barat Daya sekarang ini. Ia memerintah di Nusak Thie pulau Rote, kabupaten Rote Ndao, sekitar permulaan abad ke 17. Pada waktu itu FoE Mbura sudah mengadakan hubungan dagang dan persahabatan dengan orang-orang Portugal dan Belanda. Dalam pergaulannya dengan orang-orang asing itu, FoE Mbura melihat bahwa orang-orang itu lebih pandai dan lebih maju daripada orang rote pada umumnya. Maka timbulah niat di hati FoE Mbura yang masih muda itu untuk pergi merantau mencari ilmu ke Matabi. Matabi adalah nama Betawi dalam ejaan bahasa Rote. Ia lalu mengajak tiga orang teman manek atau raja dari Nusak lain untuk merantau mencari ilmu ke Matabi. Ketiga orang Manek itu adalah TouF Dengga Lilo dari Nusak Baa, Ndara Naong dari Nusak Lelain, dan Ndi’i Hua dari Nusak Lole. Mereka lalu membuat sebuah perahu besar untuk dipakai berlayar ke Matabi. Perahu itu diberi nama “Sangga Ndolu” yang artinya mencari ilmu pengetahuan. Diperkirakan pada tahun 1972 mereka berlayar dari Rote menuju Matabi. Beberapa bulan kemudian mereka tiba di Betawi. Mereka menemui pemerintah Belanda di Betawi dan menyampaikan maksud mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan. Atas maksud baik ini maka pemerintah Belanda menyambut dan mendidik mereka sekitar 7 tahun di Betawi. Mereka dididik dalam berbagai ilmu pengetahuan dasar seperti membaca, menulis, berhitung, dan lain-lain. Disamping itu mereka dididik juga mengenai agama Kristen. Mereka semua lalu dibaptis menjadi orang kristen dan di beri nama baru. FoE Mbura diberi nama Benyamin Messakh dan Ndi’i Hu’a diberi nama Zacharias. Sekembalinya mereka di Rote, Benyamin Messakh langsung mendirikan sebuah Sekolah Dasar dan sebuah gereja di kampung Fiulain di Thie, kecamatan Rote Barat Daya sekarang ini. Itulah sekolah pertama dan jemaat Kristen pertama di Pulau Rote. Dari situlah sekolah dan gereja berkembang ke seluruh Pulau Rote hingga sekarang. Puluhan tahun kemudian dari Pulau Rote yang mungil ini banyak pendeta dan guru-guru dikirim ke Pulau Timor, Alor, Sabu, dan Sumba untuk membuka sekolah dan menginjili masyarakat di pulau-pulau itu. Itulah sebabnya sebagian pulau Timor, Sumba, dan Alor menjadi daerah Kristen Protestan hingga hari ini,. Cita-cita FoE mBura dan kawan-kawan untuk mencari ilmu ke Matabi atau Betawi pada awal abad ke 17, dapat diumpamakan sebagai pungguk merindukan bulan. Betapa tidak, jarak Rote dan Batavia ribuan mil,jarak ini harus ditempuh dengan sebuah perahu layar tradisional tanpa fasilitas modern. Mereka bertarung nyawa menantang angin dan gelombang laut sepanjang pelayaran, entah berapa lama. Tapi tekad bulat untuk meraih cita-cita yang tulus yaitu mencari ilmu demi kemajuan masyarakat Rote Ndao tidak pernah kendor. Cita- cita luhur untuk kemajuan yang didukung tekad bulat untuk bekerja keras merupakan kunci keberhasilan FoE Mbura dan kawan-kawan, cita-cita dan tekad inilah yang harus dikobarkan terus dalam sanubari tiap muda-mudi Rote Ndao, bahkan semua muda mudi NTT hari-hari sekarang ini, karena berhasil mereka ternyata juga menjadi berkat bagi banyak daerah di bumi Flobamora dan Nusantara tercinta. Untuk itu, kita patut menundukkan kepala sambil mengenang mereka dan merenungkan cita-cita luhur mereka dengan tekad bulat membangun negeri ini dengan penuh rasa tanggung jawab.

3 komentar:

  1. saya keturunan langsung dari raja lole bai di'i hu'a,,mohon dibaca kembali mungkin ada yang salah tentang apa yang dimuat sebagai artikel..sya tidak bisa menjelaskan tentang kesalahan apa,,namun saya mohon diulangi rasa...terima kasih

    BalasHapus
  2. Sya mau tanya.
    Apa ada buku' yg berhubungan dengan Artikel ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul saya juga merupakan keturunan langsung dari Raja Nd'ii hua yang telah di baptis oleh belanda di batavia dengan nama (BALZATSAR ZACHARIAS)

      Hapus